Perang Asimetris menurut Kolonel Sus Drs. Mardoto, M.T. dosen
akademi angkatan udara adalah[1] suatu model peperangan yang
dikembangkan dari cara berpikir yang tidak lazim, dan di luar aturan peperangan
yang berlaku, dengan spektrum perang yang sangat luas dan mencakup aspek-aspek
astagatra (perpaduan antara trigatra-geografi, demografi, dan sumber daya alam,
dan pancagatra-ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya). Perang
asimetris selalu melibatkan peperangan antara dua aktor atau lebih, dengan ciri
menonjol dari kekuatan yang tidak seimbang.Ada beberapa taktik yang
memungkinkan hasil positif dalam perang asimetris, antara lain[2]:
1.
Satu sisi dapat memiliki keunggulan
teknologi yang melebihi keuntungan numerik dari musuh; yang menentukan English
Longbow sebagai contoh adalah pada Pertempuran Crécy atau Battle of
Crécy.
2.
Inferioritas teknologi atau technological
inferiority, biasanya dibatalkan oleh infrastruktur yang lebih rentan yang
dapat ditargetkan dengan hasil yang dahsyat. Penghancuran beberapa sumber
listrik, jalan atau sistem pasokan air di daerah padat penduduk bisa memiliki
efek buruk terhadap perekonomian dan moral, sementara pada kubu yang lemah
mungkin tidak memiliki struktur ini sama sekali.
3.
Pelatihan dan taktik serta teknologi
dapat membuktikan, menentukan dan memungkinkan kekuatan yang lebih kecil untuk
mengatasi sesuatu yang jauh lebih besar. Sebagai contoh, selama beberapa abad,
penggunaan hoplite Yunani atau Greek hoplite’s (untuk infanteri
berat) mereka membuat dan memakai phalanx yang jauh lebih unggul
dari musuh-musuh mereka. The Battle of Thermopylae, yang juga melibatkan
penggunaan medan perang yang baik, adalah contoh yang terkenal.
4.
Jika daya yang rendah berada dalam
posisi membela diri; yaitu, diserang atau dijajah, sangat dimungkinkan untuk
menggunakan taktik yang tidak konvensional, seperti taktik ‘serang lalu pergi’
(hit–and-run) dan juga pertempuran selektif dikala kekuatan superior
lebih lemah, cara yang efektif menghajar namun tanpa melanggar hukum
peperangan. Mungkin sebagai contoh sejarah klasik, doktrin ini dapat ditemukan
dalam Perang Revolusi Amerika (the American Revolutionary War), sebuah
gerakan dalam Perang Dunia II, seperti Perlawanan Perancis (French
Resistance) dan partisan perang Soviet dan Yugoslavia. Perlawanan terhadap
negara-negara agresor yang demokratis, strategi ini dapat digunakan untuk
‘bermain’ pada kesabaran para pelaku dalam konflik (seperti dalam Perang Vietnam
dan perang-perang setelahnya) dengan cara memprovokasi para kontra dan para
perselisihan antara legislator yang terpilih.
5.
Jika kubu yang berdaya rendah berada
dalam posisi yang agresif, dan / atau berubah menjadi taktik yang dilarang oleh
hukum perang (jus in bello), keberhasilannya tergantung pada kekuatan
menahan diri dari atasan, seperti taktik. Sebagai contoh, hukum perang darat
melarang penggunaan bendera gencatan senjata atau kendaraan medis sebagai
kamuflase atau penutup untuk melakukan serangan atau penyergapan, namun pejuang
asimetris menggunakan taktik yang dilarang ini untuk keuntungan, tergantung
pada ketaatan dan kekuatan superior terhadap hukum yang sesuai. Demikian pula,
hukum perang melarang kombat yang menggunakan pemukiman sipil, berpopulasi atau
fasilitas sebagai pangkalan militer, tetapi ketika kubu yang berdaya rendah
menggunakan taktik ini, semua itu tergantung pada premis bahwa kekuatan
superior akan menghormati hukum dan pihak yang lain melanggar, dan tidak akan
menyerang target sipil, atau jika mereka melakukan propaganda yang akan
memberikan keuntungan lebih besar daripada kerugian material. Seperti yang
terlihat pada sebagian besar konflik yang terjadi pada abad ke-20 dan abad
ke-21, ini sangat tidak mungkin karena keuntungan propaganda selalu melebihi
kepatuhan terhadap hukum internasional, terutama dengan mendominasi sisi
konflik apapun.
6.
Seperti disebutkan kali ini, adalah
konflik Israel–Palestina adalah salah satu contoh terbaru dari perang
asimetris. Mansdorf dan Kedar menjelaskan bagaimana perang Islam menggunakan
status asimetris-nya untuk mendapatkan keuntungan taktis terhadap Israel. Pihak
Israel merujuk pada mekanisme “psikologis” yang digunakan oleh pasukan
seperti Hizbullah dan Hamas yang mau mengeksploitasi warga sipil mereka sendiri
serta warga sipil musuh untuk mendapatkan keuntungan taktis, sebagian dengan
cara menggunakan media untuk mempengaruhi jalannya peperangan.
Perang
Asimetris dalam perkembangan dunia perpustakaan
Perpustakaan
adalah [3]sebuah
institusi pengelola koleksi karya tulis,karya cetak dan atau karya rekam secara
prifesional dengan system baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan,
penelitian,pelestarian,informasi dan rekreasi para pemustaka. Seperti
pengertian perpustakaan diatas
perpustakaan tidak pernah lepas dengan namanya buku sebab buku merupakan
bahan material yang pertama dalam sebuah informasi atau pengetahuan,dalam
perkembangannya perpustakaan banyak mengalami metamorfosis dari periode masa
nabi Muhmmad SAW sampai sekarang zaman digitalisasi dengan berbagai cara
penguasaannya,baik secara perang sismetris dengan cara berpikir yang tidak lazim, dan
di luar aturan peperangan yang berlaku. Ada beberapa periode perkembangan
perpustakaan dapat dilihat dari Masa
Nabi Muhammad SAW,Periode Masa Abu Bakar, Periode Masa Ustman Bin Afwan dan
Periode zaman digitalisasi.
I. Pada masa Nabi Muhammad dimulai dari
Al-Qur’an Nurkarim diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW .
Pada masa Nabi Muhammad SAW penulisan al-qur’an dilakukan
dengan dua cara yakni :
1. Menghafalnya
( dalam dada/hati )
Para
sahabat langsung menghafalnya setiap kali rasulullah menerima wahyu. Hal ini
dilakukan mereka dengan mudah terkait dengan kebudayaan orang arab yang menjaga
dirinya dari hal-hal yang dilarang allah saw dan dengan media hafalnya dalam
bentuk syair dan cerita.
2. Mencatatnya
Setiap
kali wahyu turun kepada Rasulullah, beliau selalu membacakannya kepada para
sahabat dan menyuruh mereka untuk menuliskannya sembari melarang para sahabat
untuk menulis Hadis-hadis beliau karena takut/khawatir akan bercampur dengan Al
Quran. Mengenai bentuk catatan Al qur’an di masa Rasulullah SAW, para Sahabat
menulis Al qur’an pada media yang terdapat pada waktu itu berupa Riqo’ (Kulit
Binatang), Likhaf (lempengan batu halus berwarna putih),Usub (Pelepah kurma),
dan Aqtab (Bantalan dari kayu yang biasa di pasang di punggung Onta).
Dalam
penulisan Ayat-ayat Al qur’an Rasulullah mengangkat beberapa Sahabat-sahabatnya
untuk di jadikan sebagai Juru tulis yang tugas mereka adalah merekam dalam
bentuk tulisan semua wahyu yang di turunkan kepada Rasulullah.Mereka adalah :
Abu Bakar,Umar,Utsman,Ali,Zaid Bin Tsabit,Ubai Bin Ka’ab,Tsabit Bin Qois,salin
Bin maqol dan Sahabat lainnya yang di perkirakan mencapai 40 Orang.
Dalam masa rosulullah beliau mengalami berbagai halangan
dari kaum kafir quraisy yang melarang penyembaran islam atau al-quran
dikumpulkan/dilembarkan, hal juga menjadikan rosulullah sangat berhati-hati
dalam penulisan al-qur’an dan dengan bahan material yang tidak cepat rusak atau
hancur. Perang asismetris yang dialami rosulullah adalah cara-cara kekerasan
atau penyiksaan. [4]Bentuk
penyiksaan yang dilakukan kaum kafir quraisy untuk menghentikan dakwah Nabi
Muhammad SAW antara lain:
1. Ketika Nabi Muhammad SAW sedang
bersujud didekat Ka’bah, Abu Jahal meletakan kotoran unta di
jubahnya.
2. Ketika Nabi Muhammad SAW akan pergi
ke Masjidil Haram pada waktu fajar, disepanjang jalan yang dilaluinya ditaburi
duri supaya baliau menderita dan kesakitan.
3. Ketika Nabi Muhammad SAW sedang
sujud di masjidil Haram diwaktu fajar, oleh Utbah bin Muith diberi kotoran busuk
yang ditaruh diatas punggungnya.
4. Mengancam pada sahabat nabi dan
menyiksanya terhada Bani Hahafifi.
Kaum kafir
juga memboikot umat islam, terutama keluarga Bani Hasyim yang selama ini
membela dan melindungi dakwah Nabi Muhammad. Pemboikotan itu berisi antara lain
:
1. Tidak boleh mengadakan perdamaian
2. Dilarang mengadakan transaksi jual
3. Tidak diperbolehkan berbicara dan
menengok orang sakit
4. Umat Islam diasingkan dan diberi
tempat tinggal di sisi utara kota Makkah
Pemboikotan
tersebut berlangsung selama 3 tahun dan akhirnya kaum quraisy menyerah.
II.
Pada masa periode khalifah Abu Bakar R.A
Setelah
Nabi Muhammad SAW wafat dan Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, penulisan
Al-qur’an diteruskan oleh kekhalifahan Abu Bakar dengan mengumpulkan al qur’an
dalam satu mushaf yang dilakukan oleh Zaid bin Tsabit. Dalam masa kekhalifahan
Abu Bakar,Abu Bakar juga mengalami perang sismetris dari lawannya yakni Musailamah
Al Kadzdzab mengaku dirinya nabi,dan melakukan pembohongan dalam dirinya. Dia
dapat mempengaruhi Bani Hanifah dari penduduk Yamamah lalu mereka menjadi
murtad. Setelah Abu Bakar mengetahui tindakan Musailamah Abu Bakar mengirim
bala tentaranya untuk memerangi Musailamah al Kadzdzab. Pada peperangan
tersebut banyak quraa’ dan huffadz yang gugur lebih dari 70 pembesar huffadz
(penghafal al-qur’an),karena hal tersebut Umar bin khatab dan Abu bakar
kwahatir kalau al-qur’an yang sudah ada akan berangsur-angsur hilang, kalau
hanya dihafal saja, karena para penghafalnya mulai berkurang.
Zaid bin
Tsabit adalah orang yang tepat yang ditunjuk oleh Abu Bakar dalam pengumpulan
al qur’an,dia menggunakan pedoman yang amat tepat dan jitu, sehingga terjamin
dan terpeliharanaya kitab suci dengan kewaspadaan yang sempurna dan kecermatan
yang detail. Dia tidak sekedar mencukupkan dengan apa yang telah dihafal dalam
hatinya dan ditulis oleh tangannya atau telah didengar oleh telinganya. Akan
tetapi dia tetap meneliti secara cermat dengan berpedoman dalam pengumpulan al
qur’an pada dua sumber:
- Sesuatu yang telah dihafal oleh para sahabat
- Sesuatu yang telah ditulis dihadapan Nabi
Sebagai contoh, dalam usha
mengumpulkan al qur’an, ia meneliti sebuah ayat di akhir surat At Taubah yang
tidak ia jumpai teksnya. Ia pun menghubungi seorang sahabat Anshar bernama
Khuzaimah. Dan ternyata Khuzaimah mencatatnya,setelah ia dapati teksnya, ia
letakkan pada tempat yang seharusnya. Sesungguhnya Zaid telah menghafalkannya,
begitu pula para sahabat. Akan tetapi Zaid tidak mempunyai catatannya, sehingga
ia memerlukan bukti tertulis bahwa ayat itu memang ada. Itulah sebabnya ia
mendatangi Khuzaimah, dan ini membuktikan betapa teliti dan rapihnya pekerjaan
Zaid ini. Walaupun sekedar satu ayat, ia bersusah payah mencarinya.
Dari sudut lain, Zaid tidak menerima
begitu saja sebuah catatan yang diduga sebuah ayat, melainkan bila hal itu
telah dikuatkan oleh dua orang saksi, dan kedua-duanya hafal dan mencatat ayat
yang bersangkutan. Ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud
dalam kitab ‘sunan’ nya:
قدم عمرفقال:من كان تلقى من رسول١للەصلى
اللەعليە وسلم شيئامن القرآن فليأت بەوكانوايكتبون ذلك فى الصحف واﻷلواح والعشبو
كانﻻيقبل من أحدشيئاحتى يشهدشهيدان
“Umar datang seraya berkata: Barang
siapa mendapatkan suatu ayat dari Rasulullah, hendaklah ia bawa datang. Dan
mereka menuliskan ayat-ayat itu pada shuhuf, sabak, dan pelepah-pelepah kurma.
Dan dia tidak mau menerima ayat dari seseorang pun sebelum disaksikan oleh dua
saksi. Maka selesailah segala pekerjaan pengumpulan al qur’an yang kemudian
disimpan dirumah Umar, dan ketika Umar wafat, naskah itu disimpan di rumah
Hafsah binti Umar.Dalam menyelesaikan tugasnya, Zaid dibantu oleh beberapa
anggota lain. Diantaranya Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin
Affan. Semua sahabat ini juga merupakan tim pencatat wahyu pada zaman Nabi.Dengan
usaha ini, terkumpullah al qur’an di dalam sebuah shuhuf yang terdiri dari
lembaran-lembaran kulit dan pelepah kurma. Yang hanya memerlukan waktu kurang
lebih setahun. Dengan begitu hasil usaha tim Zaid dianggap sebagai langkah
pertama pengumpulan al qur’an. Al-qur’an dikumpulkan dalam satu mushaf dalam
kurun waktu yang relative pendek selama setahun setelah rosulullah wafat
al-qurkan sudah sempurna dikumpulkan menjadi satu mushaf/buku.
III. Pada masa periode khalifah Utsman Bin Affan
Pada masa khalifah Ustman Bin Affan
pengumpulan al-qur’an berbeda dengan factor yang ada pada masa khalifah Abu
Bakar,pada masa khalifah Ustman Bin Affan kekuasan islam sudah meluas dan kaum
muslim terpencar-pencar diberbagai daerah dan kota. Di setiap daerah memiliki
bacaan al-qur’an yang berbeda-beda dari sahabat rosulullah meskipun al-qur’an
yang digunkan sama. Penduduk Syam membaca al qur’an mengikuti bacaan Ubay ibnu
Ka’ab, penduduk kuffah mengikuti bacaan Abdullah ibnu Mas’ud dan sebagian
lainnya mengikuti bacaan Abu Musa Al Asy’ari. Diantara mereka terdapat perbedaan
tentang bunyi huruf dan bentuk bacaan. Masalah ini yang menyebakan perang
asimetris dalam masa Utsman bin affan yakni terjadi pintu pertikaian dan
perpecahan antar sesama. Hampir satu sama lainnya saling mengkufurkan karena
perbedaan pendapat dalam bacaan.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran
Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk segera membukukan dan menggandakan
al qur’an setelah ada usulan dari Khuzaifah. Kemudian ia meminta Hafshah agar
mengirimkan mushaf yangdisimpannya untuk disalin kembali menjadi beberapa
mushaf. Setelah itu, khalifah Utsman bin Affan memerintahkan Zaid bin Tsabit
dan Abdurrahman bin Harits untuk bekerja sama untuk menggandakan al qur’an.
Utsman bin Affan berpesan bahwa “Jika terjadi perbedaan diantara kalian
mengenai al qur’an, tulislah menurut dialeg Quraisy karena al qur’an diturunkan
dalam bahasa mereka. Adanya perbedaan dalam bacaan al qur’an sebenarnya bukan
hal yang baru, sebab Umar sudah mengantisipasi bahaya perbadaan ini sejak zaman
pemerintahannya. Dengan mengutus Ibnu Mas’ud ke Iran, setelah Umar
diberitahukan bahwa dia mengajarkan al qur’an dalam dialeg Hudail, (sebagaimana
Ibnu Mas’ud mempelajarinya), dan Umar tampak naik pitam:“Al qur’an telah diturunkan
dalam dialek Quraisy, maka ajarkanlah menggunakan dialek Quraisy, bukan
menggunakan dialek Hudail. Ibnu Sirin,(W 110H) meriwayatkan:“Ketika Utsman
memutuskan untuk menyatukan jam’ul qur’an, dia mengumpulkan panitia yang
terrdiri dari 12 orang. Dari suku Quraisy dan Anshar. Diantara merreka adalah
Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit. Setelah tim tersebut berhasil menyelesaikan
tugasnya, Utsman mengembalikan mushaf tersebut kepada Hafshah. Kemudian
beberapa mushaf hasil kerja tim dikirimkan keberbagai kota, sementara
mushaf-mushaf lainnya yang masih ada pada waktu itu diperintahkan untuk
dibakar. Pembakaran mushaf ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pertikaian
di kalangan ummat.
Mengutip hadits riwayat Ibnu Abu
Dawud dalam Al Mushahif dengan sanad yang shahih: Suwaid bin Ghaflan berkata,
“Ali mengatakan: Antara Zaid dengan ketiga orang Quraisy tersebut, hendaklah
ditulis dalam bahasa Quraisy karena al qur’an turun dalam bahasa mereka.
Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafshah, ia mengirimkan
tujuh buah mushaf, yaitu ke mekkah, syam, yaman, bahrain, bashrah, kuffah, dan
sebuah ditahan di madinah (mushaf al Imam). Tiada naskah yang dikirim tanpa
qari(pembaca). Ini termasuk Zaid bin Tsabit ke Madinah, Abdullah bin As Saib ke
Mekkah, Al Mughirah bin Shihab ke suri’ah, ‘Amir bin ‘Abd Qais ke bashrah dan
Abu Abdur Rahman as Sulami ke kuffah. Usaha Utsman yang sungguh-sungguh jelas
tampak berhasil, dan dapat dilihat dari dua aspek. Pertama, tidak ada mushaf di
propinsi muslim kecuali mushaf Utsmani yang telah menyerap ke darah daging
mereka,dan kedua, mushaf atau kerangka teks mushafnya dalam jangka waktu empat
belas abad tidak bisa dirusak.
IV.
Periode masa zaman digitalisasi
Pada
masa berkembangnya pembangunan dan
teknologi ilmu pengetahuan diberbagai negara yang terus berjalan,perkembangan
perpustakaan pun semakin pesat dilihat dari banyak perpustakaan sebagai tempat
menyimpan bahan pustaka baik buku,manuskrif,surat-surat penting dan lain-lain,
sebagai pusat ilmu pengetahuan sebuah negara dan harta kekayaan yang tidak
ternilai.
Pada
awal abad ke-3 SM kota
[5]Alexandria
(Iskandariyah)
adalah kota yang terkenal dengan bangunannya yang termasyhur namun sekarang
sudah lenyap seperti Faros, mercusuar kuno yang konon tingginya
mencapai 110 meter dan diangap sebagai salah satu dari tujuh keajaiban
dunia, dan makam Alexander yang Agung.
Dinasti Yunani,
Ptolemeus
mewarisi Mesir
dari Alexander dan menguasai negeri itu sampai Caesar Octavianus Augustus
mengalahkan Antonius dan Cleopatra
pada tahun 30 SM. Dibawah Ptolemeus, Aleksandria
berubah secara drastis. Sesungguhnya, kota itu "Selama suatu masa menjadi
pusat perdagangan dan budaya dunia", menurut Atlas of the Greek World. Pada puncak kejayaannya. Aleksandria
berpenduduk sekitar 600.000 jiwa.
Daya
tarik kota itu adalah perpustakaan kerajaannya. Didirikan pada awal abad ketiga
Sebelum Masehi (SM) dan disponsori sepenuhnya oleh keluarga Ptolemeus,
perpustakaan itu beserta kuil dewi-dewi Muse menjadi pusat ilmu pengetahuann
dalam dunia Hellenistik. Perpustakaan ini memiliki 700.000 gulungan papirus. Sebagai perbandingan, pada abad ke-14, Perpustakaan Sorbonne yang katanya memiliki koleksi terbesar dizamannya hanya
memiliki 1700 buku. Para penguasa Mesir begitu bersemangat untuk memperbanyak
koleksi mereka sampai-sampai mereka memerintahkan prajurit untuk menggeledah
setiap kapal yang masuk guna memperoleh naskah. Jika ada naskah yang ditemukan,
mereka menyimpan yang asli dan mengembalikan salinannya. Menurut beberapa
sumber, ketika Athena meminjamkan naskah-naskah drama klasik Yunani asli yang tak ternilai kepada Ptolemeus III, ia berjanji membayar uang jaminan dan
menyalinnya. Tetapi sang raja malah menyimpan yang asli, tidak mengambil
kembali uang jaminan itu, dan memulangkan salinannya.
Namun akibat menaklukkan Mesir oleh bangsa romawi terjadi, perang assimetris
sangat terlihat dalam peristiwa ini ribuan pasukan romawi yang dipimpin oleh
Julias Caesar ( 48 M ) menaklukan Mesir, yang jumlah pasukan romawi lebih
banyak dari mesir dengan menggunakan alat-alat perang modern, dan ditandai
dengan pembakaran 400.000 judul buku diperpustakaan bibliotheca alexandrina Egypt, dan menyebabkan hilangnya segudang pengetahuan,lenyap pula
ratusan karya penulis drama Yunani serta catatan tentang 500 tahun pertama
sejarah Yunani kecuali beberapa karya Herodotus, Tusidides dan Xenopon. hal ini juga sekaligus menjadi tragedi
dokumentasi dan perpustakaan yang pertama di dunia,dimana Strategi perang asimetris ini tidak
menggunakan banyak senjata, cukup dengan menggegerkan dunia dengan
menghancurkan pusat ilmu pengetahuan ummat islam yakni buku dan membom
perpustakaan pertama dalam islam bibliotheca
Alexandrian Egypt sebagai pusat pengetahuan diMesir.
Antara
abad ketiga dan keenam Masehi kota Alexandria sering mengalami kerusuhan,
pertikaian dan peperangan antara orang Yahudi, orang Kristen dan agama lain.
Sehingga tak terhitung banyaknya naskah naskah kuno yang musnah. Hal ini serupa
dengan kejadian pada perpustakaan-perpustakaan di Baghdad ketika penyerbuan Genghis Khan dari bangsa Mongol ke Timur Tengah, bahkan sama ketika perpustakaan Bagdad
mengalami penjarahan kembali ketika penyerbuan Amerika Serikat pada tahun 2003 lalu.
Perpustakaan Alexandria dibangun kembali in dibuka pada bulan Oktober
2002 dengan nama Bibliotek
Alexandria dan berisi sekitar 400.000 buku ditambah
dengan sistem komputer yang modern dan mutakhir memungkinkan pengunjung
mengakses koleksi perpustakaan lain. koleksi utamanya dititik beratkan pada
peradaban Mediterannia
bagian timur. Perpustakaan baru ini memiliki kapasitas 8.000.000 buku. Begitu
juga perpustakaan yang ada dinegara Indonesia
sudah mengalami kemajuan yang sangat modern ini terlihat perpustakaan nasional
sudah memiliki system perpustakaan secara digital yang dapat diakses oleh
khalayak umum diseluruh Indonesia dengan mengalami berbagai perang asismetris yang dilakuakan oleh
pihak-pihak yang tidak bertangung jawab yakni para penguasa dalam pemerintahan
dalam politik dan teknologi seperti para koruptor dalam pengangkatan pegawai
negeri sipil dikalangan perpustakaan nasional terjadinya Korupsi, kolusi, dan nepotisme pada masa pemerintahan soeharto dan
keterbatasan mengakses informasi.
Kesimpulan
Berkembangan
dunia perpustakaan dari periode ke periode tidak terlepas dari perjuangan para
pendahulu yang telah berjuang melawan ketidak sewenangan-wenangan kaum kafir
atau perang asismetris dalam dunia dokumentasi dan perpustakaan yang tidak suka
melihat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perpustakaan sudah terbentuk
dari masa nabi Muhammad saw sampai pada masa kekhalifahan Ustman bin affan dan
semakin maju dan modern pada abad 3 SM dengan terkenalnya perpustakaan dan
terbesar didunia yakni Bibliotek
Alexandria
yang memiliki sekitar 400.000 buku ditambah dengan sistem
komputer yang modern dan mutakhir memungkinkan pengunjung mengakses koleksi
perpustakaan lain,meskipun sempat mengalami kehancuran akibat perang oleh pihak
romawi, begitu juga dengan perpustakaan yang ada di negara Indonesia sudah
mengalami kemajuan masa pemerintahan soeharto,meskipun sempat mengalami perang
asimetris dalam bidang politik dan informasi dan teknologi masyarakat umum
tidak dapat diakses informasi secara bebas.
[1] .Mardoto.
“Memahami Perang “Asymmetric
Warfare Strategies (AWS)”, Juni 27, 2014.
[2] Mardoto. “Memahami Perang “Asymmetric Warfare Strategies (AWS)”, Juni 27, 2014.
[3] .Syarif Bando,Muhammad.Perpustakaan perguruan tinggi : standar
nasional
perpustakaan ( Jakarta : perpustakaan nasional RI,2014),2.
perpustakaan ( Jakarta : perpustakaan nasional RI,2014),2.
[4] .
http://www.bilvapedia.com/2013/03/rintangan-dakwah-nabi-muhammad.html
[5] .
https://id.wikipedia.org/wiki/Perpustakaan_Alexandria