Rabu, 15 Maret 2017

Perang asimetris dalam dunia perpustakaan


           Perang Asimetris menurut Kolonel Sus Drs. Mardoto, M.T. dosen akademi angkatan  udara adalah[1] suatu model peperangan yang dikembangkan dari cara berpikir yang tidak lazim, dan di luar aturan peperangan yang berlaku, dengan spektrum perang yang sangat luas dan mencakup aspek-aspek astagatra (perpaduan antara trigatra-geografi, demografi, dan sumber daya alam, dan pancagatra-ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya). Perang asimetris selalu melibatkan peperangan antara dua aktor atau lebih, dengan ciri menonjol dari kekuatan yang tidak seimbang.Ada beberapa taktik yang memungkinkan hasil positif dalam perang asimetris, antara lain[2]:
1.      Satu sisi dapat memiliki keunggulan teknologi yang melebihi keuntungan numerik dari musuh; yang menentukan English Longbow sebagai contoh adalah pada Pertempuran Crécy atau Battle of Crécy.
2.      Inferioritas teknologi atau technological inferiority, biasanya dibatalkan oleh infrastruktur yang lebih rentan yang dapat ditargetkan dengan hasil yang dahsyat. Penghancuran beberapa sumber listrik, jalan atau sistem pasokan air di daerah padat penduduk bisa memiliki efek buruk terhadap perekonomian dan moral, sementara pada kubu yang lemah mungkin tidak memiliki struktur ini sama sekali.
3.      Pelatihan dan taktik serta teknologi dapat membuktikan, menentukan dan memungkinkan kekuatan yang lebih kecil untuk mengatasi sesuatu yang jauh lebih besar. Sebagai contoh, selama beberapa abad, penggunaan hoplite Yunani atau Greek hoplite’s (untuk infanteri berat) mereka membuat dan memakai phalanx yang jauh lebih unggul dari musuh-musuh mereka. The Battle of Thermopylae, yang juga melibatkan penggunaan medan perang yang baik, adalah contoh yang terkenal.
4.      Jika daya yang rendah berada dalam posisi membela diri; yaitu, diserang atau dijajah, sangat dimungkinkan untuk menggunakan taktik yang tidak konvensional, seperti taktik ‘serang lalu pergi’ (hit–and-run) dan juga pertempuran selektif dikala kekuatan superior lebih lemah, cara yang efektif menghajar namun tanpa melanggar hukum peperangan. Mungkin sebagai contoh sejarah klasik, doktrin ini dapat ditemukan dalam Perang Revolusi Amerika (the American Revolutionary War), sebuah gerakan dalam Perang Dunia II, seperti Perlawanan Perancis (French Resistance) dan partisan perang Soviet dan Yugoslavia. Perlawanan terhadap negara-negara agresor yang demokratis, strategi ini dapat digunakan untuk ‘bermain’ pada kesabaran para pelaku dalam konflik (seperti dalam Perang Vietnam dan perang-perang setelahnya) dengan cara memprovokasi para kontra dan para perselisihan antara legislator yang terpilih.
5.      Jika kubu yang berdaya rendah berada dalam posisi yang agresif, dan / atau berubah menjadi taktik yang dilarang oleh hukum perang (jus in bello), keberhasilannya tergantung pada kekuatan menahan diri dari atasan, seperti taktik. Sebagai contoh, hukum perang darat melarang penggunaan bendera gencatan senjata atau kendaraan medis sebagai kamuflase atau penutup untuk melakukan serangan atau penyergapan, namun pejuang asimetris menggunakan taktik yang dilarang ini untuk keuntungan, tergantung pada ketaatan dan kekuatan superior terhadap hukum yang sesuai. Demikian pula, hukum perang melarang kombat yang menggunakan pemukiman sipil, berpopulasi atau fasilitas sebagai pangkalan militer, tetapi ketika kubu yang berdaya rendah menggunakan taktik ini, semua itu tergantung pada premis bahwa kekuatan superior akan menghormati hukum dan pihak yang lain melanggar, dan tidak akan menyerang target sipil, atau jika mereka melakukan propaganda yang akan memberikan keuntungan lebih besar daripada kerugian material. Seperti yang terlihat pada sebagian besar konflik yang terjadi pada abad ke-20 dan abad ke-21, ini sangat tidak mungkin karena keuntungan propaganda selalu melebihi kepatuhan terhadap hukum internasional, terutama dengan mendominasi sisi konflik apapun.
6.      Seperti disebutkan kali ini, adalah konflik Israel–Palestina adalah salah satu contoh terbaru dari perang asimetris. Mansdorf dan Kedar menjelaskan bagaimana perang Islam menggunakan status asimetris-nya untuk mendapatkan keuntungan taktis terhadap Israel. Pihak Israel merujuk pada mekanisme “psikologis” yang digunakan oleh pasukan seperti Hizbullah dan Hamas yang mau mengeksploitasi warga sipil mereka sendiri serta warga sipil musuh untuk mendapatkan keuntungan taktis, sebagian dengan cara menggunakan media untuk mempengaruhi jalannya peperangan.
  Perang Asimetris dalam perkembangan dunia perpustakaan
        Perpustakaan adalah [3]sebuah institusi pengelola koleksi karya tulis,karya cetak dan atau karya rekam secara prifesional dengan system baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian,pelestarian,informasi dan rekreasi para pemustaka. Seperti pengertian perpustakaan diatas  perpustakaan tidak pernah lepas dengan namanya buku sebab buku merupakan bahan material yang pertama dalam sebuah informasi atau pengetahuan,dalam perkembangannya perpustakaan banyak mengalami metamorfosis dari periode masa nabi Muhmmad SAW sampai sekarang zaman digitalisasi dengan berbagai cara penguasaannya,baik secara perang sismetris dengan cara berpikir yang tidak lazim, dan di luar aturan peperangan yang berlaku. Ada beberapa periode perkembangan perpustakaan dapat dilihat dari  Masa Nabi Muhammad SAW,Periode Masa Abu Bakar, Periode Masa Ustman Bin Afwan dan Periode zaman digitalisasi. 
I. Pada masa Nabi Muhammad dimulai dari Al-Qur’an Nurkarim diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW .
Pada masa Nabi Muhammad SAW penulisan al-qur’an dilakukan dengan dua cara yakni :
1.      Menghafalnya ( dalam dada/hati )
Para sahabat langsung menghafalnya setiap kali rasulullah menerima wahyu. Hal ini dilakukan mereka dengan mudah terkait dengan kebudayaan orang arab yang menjaga dirinya dari hal-hal yang dilarang allah saw dan dengan media hafalnya dalam bentuk syair dan cerita.
2.      Mencatatnya
Setiap kali wahyu turun kepada Rasulullah, beliau selalu membacakannya kepada para sahabat dan menyuruh mereka untuk menuliskannya sembari melarang para sahabat untuk menulis Hadis-hadis beliau karena takut/khawatir akan bercampur dengan Al Quran. Mengenai bentuk catatan Al qur’an di masa Rasulullah SAW, para Sahabat menulis Al qur’an pada media yang terdapat pada waktu itu berupa Riqo’ (Kulit Binatang), Likhaf (lempengan batu halus berwarna putih),Usub (Pelepah kurma), dan Aqtab (Bantalan dari kayu yang biasa di pasang di punggung Onta).
Dalam penulisan Ayat-ayat Al qur’an Rasulullah mengangkat beberapa Sahabat-sahabatnya untuk di jadikan sebagai Juru tulis yang tugas mereka adalah merekam dalam bentuk tulisan semua wahyu yang di turunkan kepada Rasulullah.Mereka adalah : Abu Bakar,Umar,Utsman,Ali,Zaid Bin Tsabit,Ubai Bin Ka’ab,Tsabit Bin Qois,salin Bin maqol dan Sahabat lainnya yang di perkirakan mencapai 40 Orang.
Dalam masa rosulullah beliau mengalami berbagai halangan dari kaum kafir quraisy yang melarang penyembaran islam atau al-quran dikumpulkan/dilembarkan, hal juga menjadikan rosulullah sangat berhati-hati dalam penulisan al-qur’an dan dengan bahan material yang tidak cepat rusak atau hancur. Perang asismetris yang dialami rosulullah adalah cara-cara kekerasan atau penyiksaan. [4]Bentuk penyiksaan yang dilakukan kaum kafir quraisy untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad SAW antara lain:
1.      Ketika Nabi Muhammad SAW sedang bersujud didekat Ka’bah, Abu Jahal    meletakan kotoran unta di jubahnya.
2.      Ketika Nabi Muhammad SAW akan pergi ke Masjidil Haram pada waktu fajar, disepanjang jalan yang dilaluinya ditaburi duri supaya baliau menderita dan kesakitan.
3.      Ketika Nabi Muhammad SAW sedang sujud di masjidil Haram diwaktu fajar, oleh Utbah bin Muith diberi kotoran busuk yang ditaruh diatas punggungnya.
4.      Mengancam pada sahabat nabi dan menyiksanya terhada Bani Hahafifi.
Kaum kafir juga memboikot umat islam, terutama keluarga Bani Hasyim yang selama ini membela dan melindungi dakwah Nabi Muhammad. Pemboikotan itu berisi antara lain :
1.      Tidak boleh mengadakan perdamaian
2.      Dilarang mengadakan transaksi jual
3.      Tidak diperbolehkan berbicara dan menengok orang sakit
4.      Umat Islam diasingkan dan diberi tempat tinggal di sisi utara kota Makkah
Pemboikotan tersebut berlangsung selama 3 tahun dan akhirnya kaum quraisy menyerah.
II.  Pada masa periode khalifah Abu Bakar R.A
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat dan Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, penulisan Al-qur’an diteruskan oleh kekhalifahan Abu Bakar dengan mengumpulkan al qur’an dalam satu mushaf yang dilakukan oleh Zaid bin Tsabit. Dalam masa kekhalifahan Abu Bakar,Abu Bakar juga mengalami perang sismetris dari lawannya yakni Musailamah Al Kadzdzab mengaku dirinya nabi,dan melakukan pembohongan dalam dirinya. Dia dapat mempengaruhi Bani Hanifah dari penduduk Yamamah lalu mereka menjadi murtad. Setelah Abu Bakar mengetahui tindakan Musailamah Abu Bakar mengirim bala tentaranya untuk memerangi Musailamah al Kadzdzab. Pada peperangan tersebut banyak quraa’ dan huffadz yang gugur lebih dari 70 pembesar huffadz (penghafal al-qur’an),karena hal tersebut Umar bin khatab dan Abu bakar kwahatir kalau al-qur’an yang sudah ada akan berangsur-angsur hilang, kalau hanya dihafal saja, karena para penghafalnya mulai berkurang.
Zaid bin Tsabit adalah orang yang tepat yang ditunjuk oleh Abu Bakar dalam pengumpulan al qur’an,dia menggunakan pedoman yang amat tepat dan jitu, sehingga terjamin dan terpeliharanaya kitab suci dengan kewaspadaan yang sempurna dan kecermatan yang detail. Dia tidak sekedar mencukupkan dengan apa yang telah dihafal dalam hatinya dan ditulis oleh tangannya atau telah didengar oleh telinganya. Akan tetapi dia tetap meneliti secara cermat dengan berpedoman dalam pengumpulan al qur’an pada dua sumber:
  1. Sesuatu yang telah dihafal oleh para sahabat
  2. Sesuatu yang telah ditulis dihadapan Nabi
Sebagai contoh, dalam usha mengumpulkan al qur’an, ia meneliti sebuah ayat di akhir surat At Taubah yang tidak ia jumpai teksnya. Ia pun menghubungi seorang sahabat Anshar bernama Khuzaimah. Dan ternyata Khuzaimah mencatatnya,setelah ia dapati teksnya, ia letakkan pada tempat yang seharusnya. Sesungguhnya Zaid telah menghafalkannya, begitu pula para sahabat. Akan tetapi Zaid tidak mempunyai catatannya, sehingga ia memerlukan bukti tertulis bahwa ayat itu memang ada. Itulah sebabnya ia mendatangi Khuzaimah, dan ini membuktikan betapa teliti dan rapihnya pekerjaan Zaid ini. Walaupun sekedar satu ayat, ia bersusah payah mencarinya.
Dari sudut lain, Zaid tidak menerima begitu saja sebuah catatan yang diduga sebuah ayat, melainkan bila hal itu telah dikuatkan oleh dua orang saksi, dan kedua-duanya hafal dan mencatat ayat yang bersangkutan. Ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam kitab ‘sunan’ nya:
قدم عمرفقال:من كان تلقى من رسول١للەصلى اللەعليە وسلم شيئامن القرآن فليأت بەوكانوايكتبون ذلك فى الصحف واﻷلواح والعشبو كانﻻيقبل من أحدشيئاحتى يشهدشهيدان
“Umar datang seraya berkata: Barang siapa mendapatkan suatu ayat dari Rasulullah, hendaklah ia bawa datang. Dan mereka menuliskan ayat-ayat itu pada shuhuf, sabak, dan pelepah-pelepah kurma. Dan dia tidak mau menerima ayat dari seseorang pun sebelum disaksikan oleh dua saksi. Maka selesailah segala pekerjaan pengumpulan al qur’an yang kemudian disimpan dirumah Umar, dan ketika Umar wafat, naskah itu disimpan di rumah Hafsah binti Umar.Dalam menyelesaikan tugasnya, Zaid dibantu oleh beberapa anggota lain. Diantaranya Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin Affan. Semua sahabat ini juga merupakan tim pencatat wahyu pada zaman Nabi.Dengan usaha ini, terkumpullah al qur’an di dalam sebuah shuhuf yang terdiri dari lembaran-lembaran kulit dan pelepah kurma. Yang hanya memerlukan waktu kurang lebih setahun. Dengan begitu hasil usaha tim Zaid dianggap sebagai langkah pertama pengumpulan al qur’an. Al-qur’an dikumpulkan dalam satu mushaf dalam kurun waktu yang relative pendek selama setahun setelah rosulullah wafat al-qurkan sudah sempurna dikumpulkan menjadi satu mushaf/buku.
III.  Pada masa periode khalifah Utsman Bin Affan
Pada masa khalifah Ustman Bin Affan pengumpulan al-qur’an berbeda dengan factor yang ada pada masa khalifah Abu Bakar,pada masa khalifah Ustman Bin Affan kekuasan islam sudah meluas dan kaum muslim terpencar-pencar diberbagai daerah dan kota. Di setiap daerah memiliki bacaan al-qur’an yang berbeda-beda dari sahabat rosulullah meskipun al-qur’an yang digunkan sama. Penduduk Syam membaca al qur’an mengikuti bacaan Ubay ibnu Ka’ab, penduduk kuffah mengikuti bacaan Abdullah ibnu Mas’ud dan sebagian lainnya mengikuti bacaan Abu Musa Al Asy’ari. Diantara mereka terdapat perbedaan tentang bunyi huruf dan bentuk bacaan. Masalah ini yang menyebakan perang asimetris dalam masa Utsman bin affan yakni terjadi pintu pertikaian dan perpecahan antar sesama. Hampir satu sama lainnya saling mengkufurkan karena perbedaan pendapat dalam bacaan.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk segera membukukan dan menggandakan al qur’an setelah ada usulan dari Khuzaifah. Kemudian ia meminta Hafshah agar mengirimkan mushaf yangdisimpannya untuk disalin kembali menjadi beberapa mushaf. Setelah itu, khalifah Utsman bin Affan memerintahkan Zaid bin Tsabit dan Abdurrahman bin Harits untuk bekerja sama untuk menggandakan al qur’an. Utsman bin Affan berpesan bahwa “Jika terjadi perbedaan diantara kalian mengenai al qur’an, tulislah menurut dialeg Quraisy karena al qur’an diturunkan dalam bahasa mereka. Adanya perbedaan dalam bacaan al qur’an sebenarnya bukan hal yang baru, sebab Umar sudah mengantisipasi bahaya perbadaan ini sejak zaman pemerintahannya. Dengan mengutus Ibnu Mas’ud ke Iran, setelah Umar diberitahukan bahwa dia mengajarkan al qur’an dalam dialeg Hudail, (sebagaimana Ibnu Mas’ud mempelajarinya), dan Umar tampak naik pitam:“Al qur’an telah diturunkan dalam dialek Quraisy, maka ajarkanlah menggunakan dialek Quraisy, bukan menggunakan dialek Hudail. Ibnu Sirin,(W 110H) meriwayatkan:“Ketika Utsman memutuskan untuk menyatukan jam’ul qur’an, dia mengumpulkan panitia yang terrdiri dari 12 orang. Dari suku Quraisy dan Anshar. Diantara merreka adalah Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit. Setelah tim tersebut berhasil menyelesaikan tugasnya, Utsman mengembalikan mushaf tersebut kepada Hafshah. Kemudian beberapa mushaf hasil kerja tim dikirimkan keberbagai kota, sementara mushaf-mushaf lainnya yang masih ada pada waktu itu diperintahkan untuk dibakar. Pembakaran mushaf ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pertikaian di kalangan ummat.
Mengutip hadits riwayat Ibnu Abu Dawud dalam Al Mushahif dengan sanad yang shahih: Suwaid bin Ghaflan berkata, “Ali mengatakan: Antara Zaid dengan ketiga orang Quraisy tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraisy karena al qur’an turun dalam bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafshah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke mekkah, syam, yaman, bahrain, bashrah, kuffah, dan sebuah ditahan di madinah (mushaf al Imam). Tiada naskah yang dikirim tanpa qari(pembaca). Ini termasuk Zaid bin Tsabit ke Madinah, Abdullah bin As Saib ke Mekkah, Al Mughirah bin Shihab ke suri’ah, ‘Amir bin ‘Abd Qais ke bashrah dan Abu Abdur Rahman as Sulami ke kuffah. Usaha Utsman yang sungguh-sungguh jelas tampak berhasil, dan dapat dilihat dari dua aspek. Pertama, tidak ada mushaf di propinsi muslim kecuali mushaf Utsmani yang telah menyerap ke darah daging mereka,dan kedua, mushaf atau kerangka teks mushafnya dalam jangka waktu empat belas abad tidak bisa dirusak.
IV.       Periode masa zaman digitalisasi         
     Pada masa berkembangnya  pembangunan dan teknologi ilmu pengetahuan diberbagai negara yang terus berjalan,perkembangan perpustakaan pun semakin pesat dilihat dari banyak perpustakaan sebagai tempat menyimpan bahan pustaka baik buku,manuskrif,surat-surat penting dan lain-lain, sebagai pusat ilmu pengetahuan sebuah negara dan harta kekayaan yang tidak ternilai.
     Pada awal abad ke-3 SM kota [5]Alexandria (Iskandariyah) adalah kota yang terkenal dengan bangunannya yang termasyhur namun sekarang sudah lenyap seperti Faros, mercusuar kuno yang konon tingginya mencapai 110 meter dan diangap sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia, dan makam Alexander yang Agung. Dinasti Yunani, Ptolemeus mewarisi Mesir dari Alexander dan menguasai negeri itu sampai Caesar Octavianus Augustus mengalahkan Antonius dan Cleopatra pada tahun 30 SM. Dibawah Ptolemeus, Aleksandria berubah secara drastis. Sesungguhnya, kota itu "Selama suatu masa menjadi pusat perdagangan dan budaya dunia", menurut Atlas of the Greek World. Pada puncak kejayaannya. Aleksandria berpenduduk sekitar 600.000 jiwa.
     Daya tarik kota itu adalah perpustakaan kerajaannya. Didirikan pada awal abad ketiga Sebelum Masehi (SM) dan disponsori sepenuhnya oleh keluarga Ptolemeus, perpustakaan itu beserta kuil dewi-dewi Muse menjadi pusat ilmu pengetahuann dalam dunia Hellenistik. Perpustakaan ini memiliki 700.000 gulungan papirus. Sebagai perbandingan, pada abad ke-14, Perpustakaan Sorbonne yang katanya memiliki koleksi terbesar dizamannya hanya memiliki 1700 buku. Para penguasa Mesir begitu bersemangat untuk memperbanyak koleksi mereka sampai-sampai mereka memerintahkan prajurit untuk menggeledah setiap kapal yang masuk guna memperoleh naskah. Jika ada naskah yang ditemukan, mereka menyimpan yang asli dan mengembalikan salinannya. Menurut beberapa sumber, ketika Athena meminjamkan naskah-naskah drama klasik Yunani asli yang tak ternilai kepada Ptolemeus III, ia berjanji membayar uang jaminan dan menyalinnya. Tetapi sang raja malah menyimpan yang asli, tidak mengambil kembali uang jaminan itu, dan memulangkan salinannya.
     Namun akibat menaklukkan Mesir oleh bangsa romawi  terjadi, perang assimetris sangat terlihat dalam peristiwa ini ribuan pasukan romawi yang dipimpin oleh Julias Caesar ( 48 M ) menaklukan Mesir, yang jumlah pasukan romawi lebih banyak dari mesir dengan menggunakan alat-alat perang modern, dan ditandai dengan pembakaran 400.000 judul buku diperpustakaan bibliotheca alexandrina Egypt, dan menyebabkan hilangnya segudang pengetahuan,lenyap pula ratusan karya penulis drama Yunani serta catatan tentang 500 tahun pertama sejarah Yunani kecuali beberapa karya Herodotus, Tusidides dan Xenopon. hal ini juga sekaligus menjadi tragedi dokumentasi dan perpustakaan yang pertama di dunia,dimana Strategi perang asimetris ini tidak menggunakan banyak senjata, cukup dengan menggegerkan dunia dengan menghancurkan pusat ilmu pengetahuan ummat islam yakni buku dan membom perpustakaan pertama dalam islam bibliotheca Alexandrian Egypt sebagai pusat pengetahuan diMesir.
     Antara abad ketiga dan keenam Masehi kota Alexandria sering mengalami kerusuhan, pertikaian dan peperangan antara orang Yahudi, orang Kristen dan agama lain. Sehingga tak terhitung banyaknya naskah naskah kuno yang musnah. Hal ini serupa dengan kejadian pada perpustakaan-perpustakaan di Baghdad ketika penyerbuan Genghis Khan dari bangsa Mongol ke Timur Tengah, bahkan sama ketika perpustakaan Bagdad mengalami penjarahan kembali ketika penyerbuan Amerika Serikat pada tahun 2003 lalu.
     Perpustakaan Alexandria  dibangun kembali in dibuka pada bulan Oktober 2002 dengan nama Bibliotek Alexandria dan berisi sekitar 400.000 buku ditambah dengan sistem komputer yang modern dan mutakhir memungkinkan pengunjung mengakses koleksi perpustakaan lain. koleksi utamanya dititik beratkan pada peradaban Mediterannia bagian timur. Perpustakaan baru ini memiliki kapasitas 8.000.000 buku. Begitu juga perpustakaan yang ada dinegara  Indonesia sudah mengalami kemajuan yang sangat modern ini terlihat perpustakaan nasional sudah memiliki system perpustakaan secara digital yang dapat diakses oleh khalayak umum diseluruh Indonesia dengan mengalami berbagai  perang asismetris yang dilakuakan oleh pihak-pihak yang tidak bertangung jawab yakni para penguasa dalam pemerintahan dalam politik dan teknologi seperti para koruptor dalam pengangkatan pegawai negeri sipil dikalangan perpustakaan nasional terjadinya Korupsi, kolusi, dan nepotisme pada masa pemerintahan soeharto dan keterbatasan mengakses informasi. 


Kesimpulan
        Berkembangan dunia perpustakaan dari periode ke periode tidak terlepas dari perjuangan para pendahulu yang telah berjuang melawan ketidak sewenangan-wenangan kaum kafir atau perang asismetris dalam dunia dokumentasi dan perpustakaan yang tidak suka melihat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perpustakaan sudah terbentuk dari masa nabi Muhammad saw sampai pada masa kekhalifahan Ustman bin affan dan semakin maju dan modern pada abad 3 SM dengan terkenalnya perpustakaan dan terbesar didunia yakni Bibliotek Alexandria yang memiliki sekitar 400.000 buku ditambah dengan sistem komputer yang modern dan mutakhir memungkinkan pengunjung mengakses koleksi perpustakaan lain,meskipun sempat mengalami kehancuran akibat perang oleh pihak romawi, begitu juga dengan perpustakaan yang ada di negara Indonesia sudah mengalami kemajuan masa pemerintahan soeharto,meskipun sempat mengalami perang asimetris dalam bidang politik dan informasi dan teknologi masyarakat umum tidak dapat diakses informasi secara bebas.



 








[1] .Mardoto.Memahami Perang “Asymmetric Warfare Strategies (AWS)”, .
[2]  Mardoto.Memahami Perang “Asymmetric Warfare Strategies (AWS)”, .
[3] .Syarif Bando,Muhammad.Perpustakaan perguruan tinggi : standar nasional 
        perpustakaan ( Jakarta : perpustakaan nasional RI,2014),2.
[4] . http://www.bilvapedia.com/2013/03/rintangan-dakwah-nabi-muhammad.html
[5] . https://id.wikipedia.org/wiki/Perpustakaan_Alexandria